PEMUDA KAHFI
islami
-
Agama Islam kian hari kian berkembang pesat di dunia. Tak heran jika nama-nama yang berpengaruh dalam perkembangan Islam banyak dipakai...
-
Syahadat adalah pintu gerbang Islam. Untuk masuk Islam, orang harus menyatakan persaksian atas kebenaran Islam itu dengan mengucapkan sy...
-
( Arrahmah.com ) – Allah SWT dan Rasulullah SAW memerintahkan umat Islam untuk hidup di bawah naungan syariat Islam. Sebagai pengam...
-
“Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian ...
-
-
-
Oleh : BRYAN AGA MURIDA Pemuda.!!! Pemuda adalah sua...
Selasa, 18 Desember 2012
Minggu, 16 Desember 2012
Iman, Islam, dan Pergerakan Mahasiswa
“Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat menjadi lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha mengetahui lagi Maha Kuasa” (QS. Ar-Ruum : 54)
Bicara masalah pergerakan, otomatis yang berada di bayangan kita adalah pemuda. Dimana semangat pemuda itu diibaratkan oleh Rhoma Irama sebagai api yang menyala-nyala. Hasan Al Banna pun meminta 100 pemuda untuk bisa mengubah peradaban. Bahkan yang bisa bikin hebohnya lagi, Presiden RI pertama yaitu Ir. Soekarno hanya meminta 10 pemuda saja untuk mengubah dunia. Betapa hebatnya kekuatan pemuda itu.
Bangsa yang besar adalah bangsa yang tau dan menghargai akan sejarahnya. Di Al-Qur’an pun disebutkan dalam surat Al-Hasyr : 8 bahwa Alloh memerintahkan kepada kita untuk beriman kepadanya dan melihat sejarah / masa lalu untuk diambil pelajarannya.
Nabi Daud di masa mudanya dengan tubuh yang kuat dapat mengalahkan raja Thalut yang dzolim. Nabi Yusuf saat muda dengan kecerdasannya mampu membangun perekonomian negaranya yang sudah hampir bankroup karena krisis ekonomi. Nabi Muhammad di usia mudanya mampu bersikap bijak dan adil saat kasus peletakan batu Hajar Aswad saat Ka’bah sedang direnovasi pada saat itu. Ali bin Abi Tholib saat usia belasan tahun sudah memimpin pasukan untuk berperang. Salman Al Farisi saat mudanya cerdas dan mampu menyusun strategi perang yang tepat dan jitu. Muhammad Al Fatih di usia mudanya mampu memimpin pasukan untuk menaklukkan Konstantinopel. Hasan Al Banna di usianya yang 20-an mampu menginisiasi dan memimpin sebuah organisasi pergerakan islam. Para santri, dengan semangat muda yang menggelora berusaha memperjuangkan kemerdekaan Indonesia di bawah pimpinan para Ulama Indonesia. Mahasiswa, saat Presiden pertama RI sudah kehilangan arah memimpin Indonesia, berperan di dalamnya sebagai pembaharu Indonesia. Euforia ’98 saat KKN sudah stadium paling akhir melekat di Indonesia, maka disitulah mahasiswa ada untuk membuka jalan menuju peradaban baru. Dan mereka melakukan semua itu disaat mereka masih muda. Dimana ada perubahan maka disitu ada pemuda. Maka sudah sepantasnya bagi kita sebagai pemuda, khususnya pemuda islam, untuk tau, menghargai, dan mengambil pelajaran dari sejarah ummat islam.
Rosululloh memulai gerakan dalam berdakwah dari beberapa gelintir orang. Dari beberapa gelintir orang tersebut, rosullulloh menancapkan kuat-kuat keimanan terhadap Alloh SWT di dalam hati-hati mereka. Bisa kita bayangkan, Bilal Bin Rabah saat ditindih batu besar oleh majikannya ditengah padang pasir yang sangat panas, hanya mengucapkan “ahad” itu bisa menguatkan dia. Apa yang bisa menguatkan dia melainkan keyakinan dihati yang sudah mengakar kuat tentang ke-esa-an Alloh dan balasan syurga yang akan diterimanya. Begitu pula siksaan yang diterima oleh keluarga Yasir saat mereka dipaksa menanggalkan aqidah mereka oleh para kaum kafir pada saat itu. Sungguh penyiksaan yang berat untuk dihadapi keluarga Yasir pada saat itu. Tetapi dengan modal keimanan yang kuat, mereka menghadapinya dan tak gentar. Dari penancapan aqidah yang kuat oleh Rosululloh di hati para assabiqunal awwaluun, hasilnya bisa kita lihat sekarang, islam telah sampai ke Indonesia, baik di Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Irian Jaya. Atau bahkan di setiap daratan di dunia ini, maka islam ada disitu. Inilah buah dari kekuatan iman yang mengakar kuat di hati para pemuda penyebar risalah islam.
Ya, iman kepada Alloh adalah sumber kekuatan mereka dan kita sebagai ummat islam. Keimanan yang mengakar kuat inilah yang harus dimiliki oleh pemuda islam. Dengan kuatnya iman, maka seberat apapun tantangan yang akan dihadapi akan tetap tegarlah jasad ini. Tetapi jika iman pemuda islam rapuh, maka tak jaranglah terlihat pergerakan dakwah islam ini hancur ditangan pemudanya sendiri.
Dalam bukunya, Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin, Hasan Al Banna menyampaikan dalam satu BAB di dalam buku tersebut yang dikhususkan untuk para pemuda, lebih khususnya lagi para mahasiswa, bahwa pemikiran apapun, usaha apapun, akan terwujud manakala kuat rasa keyakinan kita kepadanya, ikhlas dalam berjuang didalamnya, semakin bersemangat dalam merealisasikannya, dan siap beramal dan berkorban untuk mewujudkannya. Empat kunci itulah yang Hasan Al Banna paparkan untuk mewujudkan suatu pemikiran atau usaha. Dan keempat kunci itu semuanya berada ditangan pemuda.
Semangat dan idealisme yang dimiliki pemuda akan tetap bersemayam di dalam hati mereka seiring dengan tetap bersemayamnya keimanan mereka kepada Alloh di hati mereka. Mungkin banyak kasus yang kita jumpai, seorang pemuda islam yang hilang arah bahkan tidak mau bergerak, bisa jadi kondisi hatinya sedang vakum of iman. Atau bahkan dalam lingkup besar pernah kita jumpai sebuah organisasi pergerakan mati langkah karena pemuda di dalamnya sudah kehilangan semangat dan ide-ide pergerakannya, bahkan serasa tidak memiliki ruh saat bergerak. Ya, itu karena semangat dan idealisme yang dimiliki adalah bukan sejujur-jujurnya idealisme, atau dengan kata lain tidak merujuk kepada islam.
Sangatlah erat kaitannya antara Iman, Islam, dan Pergerakan Mahasiswa. Alloh memerintahkan kita senantiasa bergerak untuk menegakkan syariat islam di bumi ini. Dengan modal keimanan yang kuat maka pemikiran dan usaha yang kita lakukan akan bisa terwujud. Dengan keimanan yang kuat, maka semangat dan idealisme kita sebagai pemuda akan tetap terpatri di dalam hati. Menggunakan wadah apapun tak jadi masalah selama menyeru kepadaTauhid dan cara yang digunakan dalam menyeru adalah benar. Pada akhirnya, tidak bisa kita sebagai pemuda islam dengan serta-merta mendikotomi antara Iman, Islam, dan Pergerakan. Karena sejarah membuktikan bahwa pemuda bermain dibalik setiap perubahan peradaban.
Pemuda Islam adalah pemuda harapan
Yang dengan tangannya lahir sebuah kejayaan
Menapak kehidupan dengan cahaya iman
Bergerak ke depan raih kebangkitan islam
Yang dengan tangannya lahir sebuah kejayaan
Menapak kehidupan dengan cahaya iman
Bergerak ke depan raih kebangkitan islam
Wallohu ‘alam
Kamis, 13 Desember 2012
Urgensi Syahadatain (dua kalimat syahadat)
Syahadat adalah pintu gerbang Islam. Untuk masuk Islam, orang harus menyatakan persaksian atas kebenaran Islam itu dengan mengucapkan syhadatain ini. Syahadat tauhid merupakanpengakuan terhadap ketuhanan Alloh yang menurunkan sistem ini kepada Nabi-Nya. Syahadat rasul merupakanpengakuan bahwa Muhammad saw. harus dijadikan panutan dalam menjalankan Islam.
Rasululloh bersabda : “Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mengucapkan ‘laa ilaha illallah’, apabila mereka telah mengucapkan ‘laa ilaha illallah’, maka darah dan harta mereka menjadi suci“
Syahadatain merupakan intisari ajaran Islam, secara global islam terdiri atas aqidah dan syariat. Sisi-sisi lain Islam terdiri dari ibadah, akhlaq, muamalat merupakan implementasi syahadat tauhid dan syahadat rasul ini. Bisa dikatankan seperti syarat diterimaunaya ibadah itu ada dua, ikhlas karena Alloh dansesuai dengan yang dicontohkan oleh Rasululloh Muhammad saw.
Syahadatain sebagai aza perubahan, ketika hendak membangun masyarakat baru di atas puing-puing jahiliyah, Rasulullh saw. tidak mengawali perubahan itu dari politik, ekonomi atau yang lain. beliau saw. mengawali dengan apa yang ada didalam jiwa. Hal paling penting yang ada dalam jiwa itu adalah keyakinan. Dengan syahadatain itu, terjadilah perubahan besar yang sangat mendasar dalam seluruh aspek kehidupan.
Syahadatain sebagai dakwah para rasul,
Syahadatain sebagai fadhilah dan keutamaan yangbesar, “Barangsiapa mengucapkan laa ilaha illallah, ia masuk surga”, “Barangsiapa mati sedang ia mengetahui bahwa tidak ada Tuhan selain Alloh, ia masuk surga”, “Dua kata yang ringan diucapkan namun berat timbangannya, yakni: laa ilaha illallah, Muhammad rasululloh“.
Senin, 10 Desember 2012
Inilah 5 Nama Pria Terpopuler dalam Islam
Agama Islam kian hari kian berkembang pesat di dunia. Tak heran jika nama-nama yang berpengaruh dalam perkembangan Islam banyak dipakai umat muslim dunia.
Berikut lima nama terpopuler di dunia yang dipakai umat Islam untuk menamakan anaknya.
1. Muhammad
Muhammad menjadi nama terpopuler pertama dalam dunia Islam. Nama itu diambil dari Nabi Muhammad Rasulullah SAW. Di seluruh dunia muslim, nama Muhammad sangat populer untuk nama anak laki-laki.
Muhammad adalah transliterasi utama dari nama yang diberikan Arab dari akar triconsonantal H-MD; yang berarti 'puji'. Tak hanya itu, nama dan transliterasi variannya, seperti Mohammad, atau Mohammed, adalah salah satu nama yang paling populer di dunia.
2. Ahmad
Ahmad atau Ahmed adalah transliterasi utama dari nama yang diberikan Arab. Nama ini berasal dari akar triconsonantal Arab H-MD, yang berarti 'sangat memuji', menyiratkan arti 'orang yang selalu bersyukur kepada Allah'. Salah satu dari sekian banyak nama Nabi Muhammad adalah Ahmed, nama 'Muhammad' sama dengan Ahmed yang merujuk pada Nabi yang sama.
3. Yusuf
Umat Islam percaya Nabi Yusuf AS dianugerahi paras yang tampan plus akhlak yang mulia kepada Allah SWT. Tak heran jika Yusuf menjadi salah satu nama populer bagi para orang tua yang memiliki anak laki-laki.
Yusuf adalah nama yang berasal dari bahasa Ibrani 'Joseph', yang berarti ‘Tuhan akan meningkatkan’. Nama Joseph juga tercatat dalam Alkitab Ibrani. Dalam bahasa Arab, termasuk dalam Alquran, nama ini dieja Yusuf.
4. Omar
Omar atau Umar menjadi nama terpopuler berikutnya. Omar berujuk kepada salah satu sahabat Rasulullah SAW, Umar bin Khatab. Selain di negara-negara Arab dan Timur Tengah, nama Omar juga populer di benua Eropa, seperti di negara-negara yang menggunakan bahasa Spanyol.
5. Ali
Ali adalah nama laki-laki Arab, berasal dari akar bahasa Arab '-LY yang secara harfiah berarti 'tinggi'. Nama ini adalah nama umum di negara-negara Arab dan seluruh dunia muslim. Penggunaan nama tradisional Islam kembali ke Ali bin Abu Thalib, pemimpin Islam dan sepupu sekaligus menantu Nabi Muhammad SAW.
Serial Tatbiqush Syari'ah: Urgensi penerapan syariat Islam secara kaafah
(Arrahmah.com)
– Allah SWT dan Rasulullah SAW memerintahkan umat Islam untuk hidup di
bawah naungan syariat Islam. Sebagai pengamalan dari masuk Islam secara
kaafah (sempurna dan totalitas), umat Islam wajib mengatur seluruh aspek
kehidupannya dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Baik dalam lingkup
kehidupan pribadi, keluarga, tetangga, masyarakat, bangsa, maupun
negara. Baik di bidang akidah, ibadah, akhlak, mu'amalah sosial,
ekonomi, politik, budaya, maupun keamanan.
Adapun orang-orang kafir, musyrik, murtad, dan munafik sangat membenci, memusuhi, menghalang-halangi, dan memerangi syariat Islam, dengan segala cara yang halus maupun kasar. Untuk menyesatkan dan menjauhkan umat Islam dari syariat Islam, mereka melakukan sekulerisasi di segala bidang kehidupan. Mereka melemparkan tuduhan-tuduhan palsu terhadap keinginan umat Islam untuk menerapkan syariat Islam secara kaafah. Di antaranya, mereka menuding keinginan tersebut adalah sikap fundamentalisme, radikalisme, terorisme, kejahatan luar biasa terhadap HAM, keterbelakangan, kemunduran, dan lain sebagainya.
Banyak kaum awam umat Islam yang terpedaya oleh kampanye massif sekulerisme yang memerangi penerapan syariat Islam. Banyak juga kaum terpelajar, cendekiawan, dan tokoh umat Islam yang bergabung dalam barisan musuh-musuh Islam dalam memerangi penerapan syariat Islam; karena telah terasuki oleh paham kufur sekulerisme, nasionalisme, humanisme, demokrasi, dan isme-isme kufur lainnya.
Sebagai bentuk dakwah kepada umat Islam pada umumnya dan sebagai peringatan bagi para cendekiawan pro-sekulerisme pada khususnya, situs Arrahmah.com insya Allah akan menurunkan serial artikel tentang ‘Urgensi Penerapan Syariat Islam Secara Kaafah'. Serial artikel ini diterjemahkan oleh redaksi Arrahmah.com dari salah satu sub bahasan (berjudul: al-hukmu bi-ghairi maa anzalallahu) dalam disertasi DR. Abdul Aziz bin Muhammad Al-Abdul Lathif yang berjudul Nawaqidh al-Iman al-Qauliyah wa al-‘Amaliyyah, terbitan Darul Wathan, Riyadh.
Semoga bermanfaat dan selamat mengikuti.
Mengingat pentingnya permasalahan ini di satu sisi, dan juga karena banyaknya kesamaran masalah ini di sisi lain, maka kami akan membahas secara rinci masalah ini sebagai berikut.
Allah telah mewajibkan berhukum dengan syariat-Nya dan mewajibkan hal
ini kepada hamba-hamba-Nya serta menjadikannya sebagai tujuan
diturunkannya Al Qur'an. Allah berfirman:
Allah berfirman:
Allah menerangkan bahwa hak khusus Allah semata untuk membuat hukum, dengan firman-Nya:
Allah juga berfirman:
Allah juga berfirman:
Allah juga berfirman,
Ayat-ayat Al-Qur'an menegaskan bahwa berhukum dengan hukum Allah adalah sifat orang-orang beriman, sedangkan berhukum dengan selain hukum Allah (yaitu hukum thaghut dan jahiliyah) adalah sifat orang-orang munafik. Allah berfirman:
Dan apabila mereka dipanggil untuk bertahkim kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukumi di antara mereka, tiba-tiba sebagian mereka menolak untuk datang.
Tetapi jika keputusan itu untuk kepentingan mereka, mereka datang dengan patuh. Apakah (ketidak datangan mereka itu karena) dalam hati mereka ada penyakit (kekafiran dan kemunafikan, pent) atau karena mereka ragu-ragu ataukah karena takut kalau-kalau Allah dan rasul-Nya berlaku zalim kepada mereka? Sebenarnya mereka itulah orang-orang yang zalim.
Perkataan orang-orang yang beriman jika diajak untuk bertahkim kepada Allah dan rasul-Nya hanyalah mereka mengatakan, "Kami mendengar dan kami mentaati." Mereka itulah orang-orang yang beruntung." [QS. An Nuur (24): 47-51].
Allah berfirman:
Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang mengaku beriman kepada apa (wahyu Allah) yang telah diturunkan kepadamu dan apa yang diturunkan sebelummu? Mereka ingin berhukum kepada thaghut padahal mereka telah diperintah untuk mengingkari thaghut itu. Dan setan bermaksud menyesatkan mereka sejauh-jauhnya.
Dan apabila dikatakan kapada mereka, "Marilah kalian tunduk kepada hukum yang telah diturunkan Allah dan kepada hukum rasul," niscaya kalian melihat orang-orang munafik menghalangi manusia sekuat-kuatnya darimu.
Maka bagaimana halnya jika mereka ditimpa musibah disebabkan perbuatan tangan mereka itu, kemudian mereka datang kepadamu sambil bersumpah, "Demi Allah, kami sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian secara baik-baik dan perdamaian yang sempurna." [QS. An-Nisa' (4): 59-62].
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menerangkan makna ayat-ayat ini dengan mengatakan:
"Allah mencela orang-orang yang mengklaim beriman kepada seluruh kitab suci, sedangkan mereka tidak meminta putusan perkara (berhukum) kepada Al-Qur'an dan As-Sunah dan berhukum kepada sebagian thaghut (hukum dan perundang-undangan ciptaan manusia, pent) yang diagungkan selain Allah. Sebagaimana banyak dilakukan oleh orang-orang yang mengaku beragama Islam tetapi dalam masalah hukum mereka kembali kepada para shobiah filosof atau selain mereka atau kepada sistem hukum sebagian raja yang keluar dari syariah Islam seperti raja-raja Turki dan lain-lain.
Jika dikatakan kepada mereka: "Marilah berhukum kepada Al-Qur'an dan Sunah Rasulullah!" maka mereka sangat berpaling. Namun ketika akal, dien, atau dunia mereka ditimpa musibah dengan syubhat dan syahwat atau jiwa dan harta mereka ditimpa musibah sebagai hukuman atas kemunafikan mereka, maka mereka berkata, "Kami hanya ingin berbuat baik dengan merealisasikan ilmu tentang perasaan dan mengkompromikan antara dalil-dalil syar'i dengan penalaran yang pasti." Padahal apa yang mereka ikuti sebenarnya hanyalah dugaan-dugaan semata dan syubhat-syubhat belaka." (Majmu' Fatawa, 12/339-340, dengan sedikit perubahan lafal)
Beliau juga berkata:
Syaikh Muhammad Rasyid Ridha berkata:
Dari sini kita bisa menerangkankan urgensi mengesakan Allah dalam masalah hukum dan menjelaskan kedudukan berhukum dnegan hukum Allah dalam poin-poin berikut.
1. Kedudukannya ditinjau dari Tauhid Ibadah.
Sesungguhnya berhukum dengan hukum Allah saja berarti memurnikan ketaatan kepada Allah semata, sedangkan ketaatan merupakan salah satu bentuk ibadah, maka tidak boleh dilakukan (ditujukan) kecuali kepada Allah semata. Allah berfirman,
Allah berfirman,
Ibadah kepada Allah menuntut sikap memurnikan hak menetapkan hukum, menghalalkan, dan mengharamkan untuk Allah semata, karena Allah telah berfirman,
Merealisasikan ketaatan ini, memurnikan hak menetapkan hukum, menghalalkan, dan mengharamkan untuk Allah semata, serta tunduk kepada syariat adalah hakikat Islam itu sendiri. Sebagaimana dikatakan oleh syaikhul Islam Ibnu Taimiyah:
Beliau juga berkata:
"Barang siapa menjadikan seseorang selain Rasul wajib ditaati dalam setiap perintah dan larangannya sekalipun menyelisihi perintah Allah dan Rasul-Nya, maka berarti ia telah menjadikan orang tersebut sebagai tandingan bagi Allah..Ini termasuk syirik yang menyebabkan pelakunya masuk dalam firman Allah,
Imam Ibnu Qayim Al-Jauziyah berkata:
Sebaliknya, orang yang berbuat syirik kepada Allah dalam masalah hukum maka ia seperti orang yang berbuat syirik kepada Allah dalam hal ibadah, antara keduanya tak ada bedanya, sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Muhammad Amin bin Muhammad Mukhtar Al-Syinqithi,
Beliau juga berkata: "Dipahami dari ayat ini,
Allah menegaskan mereka itu musyrik karena mereka mentaati para pembuat hukum yang menyelisihi hukum Allah. Kesyirikan dalam masalah ketaatan dan mengikuti tasyri' (peraturan-peraturan) yang menyelisihi syariat Allah inilah yang dimaksud (disebut) dengan beribadah kepada setan dalam ayat,
Dan firman Allah tentang nabi Ibrahim 'Alaihi Salam,
Maka demi merealisasikan tauhid ibadah yang berdiri di atas landasan nafyu (peniadaan) ilahiyah (hak diibadahi) dari selain Allah dan menetapkannya untuk Allah saja inilah, wajib hukumnya mengkufuri thaghut, sebagaimana firman Allah Taala,
Allah telah menyebut memutuskan perkara dengan selain syariat-Nya sebagai thaghut, dengan firman-Nya,
Thaghut adalah istilah yang umum. Setiap hal yang diibadahi selain Allah dan ia ridha, maka ia adalah taghut. Baik ia berupa sesuatu yang disembah, atau sesuatu yang diikuti, atau sesuatu yang ditaati dalam ketaatan yang tidak berdasar kepada ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya. [Lihat A'lamu Al-Muwaqi'in 1/49-50, Risalah Makna Taghut dalam buku Majmu'atu Al-Tauhid hal. 260, dan Fatawa al-Lajnah ad- Daimah, 1/542].
Bersambung, insya Allah SWT…
Adapun orang-orang kafir, musyrik, murtad, dan munafik sangat membenci, memusuhi, menghalang-halangi, dan memerangi syariat Islam, dengan segala cara yang halus maupun kasar. Untuk menyesatkan dan menjauhkan umat Islam dari syariat Islam, mereka melakukan sekulerisasi di segala bidang kehidupan. Mereka melemparkan tuduhan-tuduhan palsu terhadap keinginan umat Islam untuk menerapkan syariat Islam secara kaafah. Di antaranya, mereka menuding keinginan tersebut adalah sikap fundamentalisme, radikalisme, terorisme, kejahatan luar biasa terhadap HAM, keterbelakangan, kemunduran, dan lain sebagainya.
Banyak kaum awam umat Islam yang terpedaya oleh kampanye massif sekulerisme yang memerangi penerapan syariat Islam. Banyak juga kaum terpelajar, cendekiawan, dan tokoh umat Islam yang bergabung dalam barisan musuh-musuh Islam dalam memerangi penerapan syariat Islam; karena telah terasuki oleh paham kufur sekulerisme, nasionalisme, humanisme, demokrasi, dan isme-isme kufur lainnya.
Sebagai bentuk dakwah kepada umat Islam pada umumnya dan sebagai peringatan bagi para cendekiawan pro-sekulerisme pada khususnya, situs Arrahmah.com insya Allah akan menurunkan serial artikel tentang ‘Urgensi Penerapan Syariat Islam Secara Kaafah'. Serial artikel ini diterjemahkan oleh redaksi Arrahmah.com dari salah satu sub bahasan (berjudul: al-hukmu bi-ghairi maa anzalallahu) dalam disertasi DR. Abdul Aziz bin Muhammad Al-Abdul Lathif yang berjudul Nawaqidh al-Iman al-Qauliyah wa al-‘Amaliyyah, terbitan Darul Wathan, Riyadh.
Semoga bermanfaat dan selamat mengikuti.
***
Tidak diragukan lagi bahwa peminggiran syariat Allah dan tidak
diberlakukannya hukum syariat dalam seluruh aspek kehidupan merupakan
penyelewengan paling parah dan berbahaya dalam masyarakat umat Islam.
Akibat dari sikap tidak berhukum dengan hukum Allah di negeri-negeri
kaum muslimin adalah berbagai kerusakan dan kezaliman serta kehinaan
yang menimpa mereka.Mengingat pentingnya permasalahan ini di satu sisi, dan juga karena banyaknya kesamaran masalah ini di sisi lain, maka kami akan membahas secara rinci masalah ini sebagai berikut.
Pembahasan Pertama:
Kedudukan berhukum dengan hukum Allah dalam pandangan dien Islam
وَأَنزَلَ مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا اخْتَلَفُواْ فِيهِ
"Dan Allah menurunkan kitab suci bersama para rasul dengan haq agar
mereka memutuskan perkara yang diperselisihkan di antara manusia." [QS. Al-Baqarah (2): 213].Allah berfirman:
إِنَّا أَنزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِتَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ بِمَا أَرَاكَ اللّهُ
"Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur'an)
dengan haq supaya kamu memutuskan perkara di antara manusia sesuai apa
yang Allah tunjukkan kepadamu." [QS. An-Nisa' (4): 105].Allah menerangkan bahwa hak khusus Allah semata untuk membuat hukum, dengan firman-Nya:
إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ لِلّهِ يَقُصُّ الْحَقَّ وَهُوَ خَيْرُ الْفَاصِلِينَ
"Sesungguhnya (hak menetapkan) hukum itu hanya hak Allah. Allah menetapkan kebenaran dan Dialah sebaik-baik pemberi keputusan." [QS. Al-An'am (6): 57].Allah juga berfirman:
إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ لِلّهِ أَمَرَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ
"Sesungguhnya (hak menetapkan) hukum itu hanya hak Allah semata. Dia
memerintahkan kalian untuk tidak beribadah kecuali kepada-Nya semata." [QS. Yusuf (12): 40].Allah juga berfirman:
لَهُ اْلحَمْدُ فِي اْلأُولَى وَاْلآخِرَةِ وَلَهُ الْحُكْمُ وَإِلَيهِ تُرْجَعُونَ
"Bagi-Nya pujian di dunia dan di akhirat dan hak-Nya semata untuk
menetapkan hukum, dan hanya kepada-Nya kalian akan dikembalikan." [QS. Al Qashash (28): 70].Allah juga berfirman,
وَمَا اخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِن شَيْءٍ فَحُكْمُهُ إِلَى اللَّهِ
" Dan apa yang kalian perselisihkan maka keputusannya di tangan Allah." [QS. Asy-Syura (42): 42].Ayat-ayat Al-Qur'an menegaskan bahwa berhukum dengan hukum Allah adalah sifat orang-orang beriman, sedangkan berhukum dengan selain hukum Allah (yaitu hukum thaghut dan jahiliyah) adalah sifat orang-orang munafik. Allah berfirman:
وَيَقُولُونَ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالرَّسُولِ وَأَطَعْنَا ثُمَّ يَتَوَلَّى فَرِيقٌ مِّنْهُم مِّن بَعْدِ ذَلِكَ وَمَا أُوْلَئِكَ بِالْمُؤْمِنِينَ {47}وَإِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ إِذَا فَرِيقٌ مِّنْهُم مُّعْرِضُونَ {48} وَإِن يَكُن لَّهُمُ الْحَقُّ يَأْتُوا إِلَيْهِ مُذْعِنِينَ {49}أَفِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ أَمِ ارْتَابُوا أَمْ يَخَافُونَ أَن يَحِيفَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَرَسُولُهُ بَلْ أُوْلَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ {50} إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَن يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Dan mereka berkata, "Kami beriman kepada Allah dan rasul-Nya dan kami
taat kepada Allah dan rasul-Nya." Kemudian setelah itu sekelompok dari
mereka berpaling. Sekali-kali mereka itu bukanlah orang-orang yang
beriman.Dan apabila mereka dipanggil untuk bertahkim kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukumi di antara mereka, tiba-tiba sebagian mereka menolak untuk datang.
Tetapi jika keputusan itu untuk kepentingan mereka, mereka datang dengan patuh. Apakah (ketidak datangan mereka itu karena) dalam hati mereka ada penyakit (kekafiran dan kemunafikan, pent) atau karena mereka ragu-ragu ataukah karena takut kalau-kalau Allah dan rasul-Nya berlaku zalim kepada mereka? Sebenarnya mereka itulah orang-orang yang zalim.
Perkataan orang-orang yang beriman jika diajak untuk bertahkim kepada Allah dan rasul-Nya hanyalah mereka mengatakan, "Kami mendengar dan kami mentaati." Mereka itulah orang-orang yang beruntung." [QS. An Nuur (24): 47-51].
Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً {59} أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُواْ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنزِلَ مِن قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَن يَتَحَاكَمُواْ إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُواْ أَن يَكْفُرُواْ بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَن يُضِلَّهُمْ ضَلاَلاً بَعِيدًا {60}وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْاْ إِلَى مَا أَنزَلَ اللّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنكَ صُدُودًا {61}فَكَيْفَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ ثُمَّ جَآؤُوكَ يَحْلِفُونَ بِاللّهِ إِنْ أَرَدْنَا إِلاَّ إِحْسَانًا وَتَوْفِيقًا
"Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah
rasul-Nya dan para pemimpin kalian. Jika kalian berselisih dalam satu
masalah maka kembalikanlah kepada Allah dan rasul-Nya jika kalian
benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir. Yang demikian itu lebih
utama dan lebih baik akibatnya.Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang mengaku beriman kepada apa (wahyu Allah) yang telah diturunkan kepadamu dan apa yang diturunkan sebelummu? Mereka ingin berhukum kepada thaghut padahal mereka telah diperintah untuk mengingkari thaghut itu. Dan setan bermaksud menyesatkan mereka sejauh-jauhnya.
Dan apabila dikatakan kapada mereka, "Marilah kalian tunduk kepada hukum yang telah diturunkan Allah dan kepada hukum rasul," niscaya kalian melihat orang-orang munafik menghalangi manusia sekuat-kuatnya darimu.
Maka bagaimana halnya jika mereka ditimpa musibah disebabkan perbuatan tangan mereka itu, kemudian mereka datang kepadamu sambil bersumpah, "Demi Allah, kami sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian secara baik-baik dan perdamaian yang sempurna." [QS. An-Nisa' (4): 59-62].
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menerangkan makna ayat-ayat ini dengan mengatakan:
"Allah mencela orang-orang yang mengklaim beriman kepada seluruh kitab suci, sedangkan mereka tidak meminta putusan perkara (berhukum) kepada Al-Qur'an dan As-Sunah dan berhukum kepada sebagian thaghut (hukum dan perundang-undangan ciptaan manusia, pent) yang diagungkan selain Allah. Sebagaimana banyak dilakukan oleh orang-orang yang mengaku beragama Islam tetapi dalam masalah hukum mereka kembali kepada para shobiah filosof atau selain mereka atau kepada sistem hukum sebagian raja yang keluar dari syariah Islam seperti raja-raja Turki dan lain-lain.
Jika dikatakan kepada mereka: "Marilah berhukum kepada Al-Qur'an dan Sunah Rasulullah!" maka mereka sangat berpaling. Namun ketika akal, dien, atau dunia mereka ditimpa musibah dengan syubhat dan syahwat atau jiwa dan harta mereka ditimpa musibah sebagai hukuman atas kemunafikan mereka, maka mereka berkata, "Kami hanya ingin berbuat baik dengan merealisasikan ilmu tentang perasaan dan mengkompromikan antara dalil-dalil syar'i dengan penalaran yang pasti." Padahal apa yang mereka ikuti sebenarnya hanyalah dugaan-dugaan semata dan syubhat-syubhat belaka." (Majmu' Fatawa, 12/339-340, dengan sedikit perubahan lafal)
Beliau juga berkata:
و معلوم باتفاق المسلمين أنه يجب تحكيم الرسول في كل ما شجر
بين الناس في أمر دينهم و دنياهم في أصول دينهم وفروعه وعليهم كلهم إذا حكم
بشيء أن لا يجدوا في أنفسهم حرجا مما حكم و يسلموا تسليما.
"Sudah diketahui berdasar kesepakatan kaum muslimin bahwasanya wajib
menjadikan Rasulullah SAW sebagai hakim (pemberi keputusan) dalam
setiap hal yang diperselisihkan manusia, baik urusan (dien) agama maupun
dunia mereka, baik masalah pokok dien mereka maupun masalah cabang dien
mereka. Jika Rasulullah SAW telah memutuskan sebuah perkara, maka hati
mereka tidak boleh merasa keberatan dan mereka wajib menerimanya dengan
sepenuh hati." (Majmu' Fatawa, 7/37-38)Syaikh Muhammad Rasyid Ridha berkata:
و الآية ناطقة بأن من صد أوأعرض من حكم الله ورسوله عمدا لا
سيما بعد دعوته إليه و تذكيره به يكون منافقا لا يعتد بما يزعمه من الإيمان
وما يدعيه من الإسلام.
"Ayat ini berbicara bahwasanya orang yang menentang atau berpaling
dari hukum Allah dan Rasul-Nya secara sengaja, apalagi setelah ia diajak
untuk berhukum dengan keduanya dan diingatkan akan wajibnya hal itu,
niscaya ia telah menjadi orang munafik, klaim keimanan dan keislamannya
tidak diterima lagi." (Tafsir Al-Manar, 5/227).Dari sini kita bisa menerangkankan urgensi mengesakan Allah dalam masalah hukum dan menjelaskan kedudukan berhukum dnegan hukum Allah dalam poin-poin berikut.
1. Kedudukannya ditinjau dari Tauhid Ibadah.
Sesungguhnya berhukum dengan hukum Allah saja berarti memurnikan ketaatan kepada Allah semata, sedangkan ketaatan merupakan salah satu bentuk ibadah, maka tidak boleh dilakukan (ditujukan) kecuali kepada Allah semata. Allah berfirman,
إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ لِلّهِ أَمَرَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ
"Sesungguhnya hak menetapkan hukum itu hanya milik Allah. Dia
memerintahkan kalian untuk tidak beribadah kecuali kepada-Nya saja.
Itulah dien yang lurus." [QS. Yusuf (12): 40].Allah berfirman,
وَهُوَ اللَّهُ لا إِلَهَ إِلاَّ هُوَ لَهُ الْحَمْدُ فِي الأُولَى وَالآخِرَةِ وَلَهُ الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
"Dialah Allah yang tdak ada Ilah yang berhak diibadahi selain-Nya.
Bagi-Nya pujian di dunia dan di akhirat dan milik-Nya semata hak
menetapkan hukum dan kepada-Nya semata kalian akan dikembalikan." (QS. Al-Qashash (28): 70).Ibadah kepada Allah menuntut sikap memurnikan hak menetapkan hukum, menghalalkan, dan mengharamkan untuk Allah semata, karena Allah telah berfirman,
اتَّخَذُواْ أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِّن دُونِ اللّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُواْ إِلاَّ لِيَعْبُدُواْ إِلَـهًا وَاحِدًا لاَّ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ
"Mereka menjadikan para pendeta dan ahli ibadah mereka sebagai
rabb-rabb (tuhan-tuhan) selain Allah dan mereka juga mengambil Al-Masih
Ibnu Maryam (sebagai rabb selain Allah). Padahal mereka tidak
diperintahkan kecuali untuk beribadah kepada Ilah Yang Maha Esa. Tak ada
Ilah yang berhak diibadahi selain-Nya. Maha Suci Allah dari kesyirikan
mereka." [QS. At-Taubah (9): 31].Merealisasikan ketaatan ini, memurnikan hak menetapkan hukum, menghalalkan, dan mengharamkan untuk Allah semata, serta tunduk kepada syariat adalah hakikat Islam itu sendiri. Sebagaimana dikatakan oleh syaikhul Islam Ibnu Taimiyah:
فالإسلام يتضمن الاستسلام لله وحده فمن استسلم له و لغيره كان
مشركا و من لم يستسلم له كان مستكبراعن عبادته والمشرك به والمستكبر عن
عبادته كافر و الاستسلام له وحده يتضمن عبادته وحده و طاعته وحده.
"Islam mencakup sikap menyerahkan diri kepada Allah semata. Maka
barang siapa menyerahkan dirinya kepada Allah dan juga kepada selain-Nya
maka ia telah musyrik. Dan barang siapa tidak menyerahkan dirinya
kepada Allah berarti telah menyombongkan dirinya (menolak) untuk
beribadah kepada Allah. Orang yang musyrik dan orang menyombongkan
dirinya dari beribadah kepada Allah adalah orang yang kafir. Adapun
sikap menyerahkan diri kepada Allah semata mencakup sikap beribadah
kepada Allah semata dan mentaati Allah semata." (Majmu' Fatawa, 3/91)Beliau juga berkata:
"Barang siapa menjadikan seseorang selain Rasul wajib ditaati dalam setiap perintah dan larangannya sekalipun menyelisihi perintah Allah dan Rasul-Nya, maka berarti ia telah menjadikan orang tersebut sebagai tandingan bagi Allah..Ini termasuk syirik yang menyebabkan pelakunya masuk dalam firman Allah,
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ اللّهِ أَندَاداً يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللّهِ وَالَّذِينَ آمَنُواْ أَشَدُّ حُبًّا لِّلّهِ
"Dan di antara manusia ada yang mengambil selain Allah sebagai
tandingan-tandingan bagi Allah, mereka mencintainya sebagaimana mereka
mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka lebih
mencintai Allah." QS. Al-Baqarah (2): 165." [Majmu' Fatawa, 10/267].Imam Ibnu Qayim Al-Jauziyah berkata:
و أما الرضا بدينه فإذا قال أو حكم أو أمر أو نهى رضي كل
الرضا و لم يبق في قلبه حرج من حكمه و سلم تسليما و لو كان مخالفا لمراد
نفسه أو هواها أو قول مقلده و شيخه و طائفته.
"Adapun makna ridha kepada dien-Nya adalah jika Rasululah SAW
bersabda, menghukumi (memutuskan perkara), memerintah atau melarang,
maka ia ridha (menerima) dengan penuh keridhaan (penerimaan), di hatinya
tak tersisa sedikit pun rasa berat terhadap keputusan beliau dan ia
menerimanya dengan sepenuh hati sekalipun bertentangan dengan keinginan
pribadinya atau hawa nafsunya atau pendapat orang yang ia taklidi
(ikuti) atau pendapat syaikhnya atau kelompoknya." [Madariju as-Salikin, 2/118].Sebaliknya, orang yang berbuat syirik kepada Allah dalam masalah hukum maka ia seperti orang yang berbuat syirik kepada Allah dalam hal ibadah, antara keduanya tak ada bedanya, sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Muhammad Amin bin Muhammad Mukhtar Al-Syinqithi,
الإشراك بالله في حكمه و الإشراك به في عبادته كلها بمعنى
واحد لا فرق بينهما البتة فالذي يتبع نظاما غير نظام الله و تشريعا غير
تشريع الله كالذي يعبد الصنم و يسجد للوثن ولا فرق بينهما البتة بوجه من
الوجوه فهما واحد و كلاهما مشرك بالله.
"Berbuat syirik kepada Allah dalam masalah hukum dan berbuat syirik
dalam masalah beribadah itu maknanya sama, sama sekali tak ada perbedaan
antara keduanya. Orang yang mengikuti hukum (positif buatan manusia,
pent) selain hukum Allah dan undang-undang (positif buatan manusia,
pent) selain undang-undang Allah adalah seperti halnya orang yang
menyembah berhala dan sujud kepada berhala, antara keduanya sama sekali
tidak ada perbedaan dari satu sisi sekalipun. Keduanya satu (sama saja)
dan keduanya musyrik kepada Allah." [Adhwa'ul Bayan, 7/162].Beliau juga berkata: "Dipahami dari ayat ini,
وَلَا يُشْرِكُ فِي حُكْمِهِ أَحَداً
"Dan tidak menyekutukan Allah dalam masalah hukum dengan siapa pun" (QS. Al-Kahfi (18): 26)
bahwa orang-orang yang mengikuti hukum-hukum para pembuat UU selain apa
yang disyariatkan Alah, bahwa mereka itu orag-orang yang musyrik kepada
Allah. Pemahaman ini diterangkan oleh ayat-ayat yang lain seperti
firman Allah tentang orang yang mengikuti tasyri' (aturan-aturan) setan
yang menghalalkan bangkai dengan alasan sebagai sembelihan Allah,
وَلاَ تَأْكُلُواْ مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللّهِ
عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ إِلَى
أَوْلِيَآئِهِمْ لِيُجَادِلُوكُمْ وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ
لَمُشْرِكُونَ
"Dan janganlah kalian memakan hewan-hewan yang tidak disebutkan
nama Allah saat menyembelihnya karena hal itu termasuk kefasikan. Dan
sesungguhnya setan-setan itu benar-benar membisikkan kepada
kawan-kawannya agar mereka membantah kamu. Jika kamu mentaati mereka
tentulah kamu termasuk orang-orang musyrik." [QS. Al-An'am (6): 121].Allah menegaskan mereka itu musyrik karena mereka mentaati para pembuat hukum yang menyelisihi hukum Allah. Kesyirikan dalam masalah ketaatan dan mengikuti tasyri' (peraturan-peraturan) yang menyelisihi syariat Allah inilah yang dimaksud (disebut) dengan beribadah kepada setan dalam ayat,
أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَا بَنِي آدَمَ أَن لَّا
تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ ()وَأَنِ
اعْبُدُونِي هَذَا صِرَاطٌ مُّسْتَقِيمٌ
"Bukankah Aku telah memerintahkan kepada kalian wahai Bani Addam
supaya kalian tidak menyembah (beribadah kepada) setan? Sesungguhnya
setan itu musuh yang nyata bagi kalian. Dan beribadahlah kepada-Ku.
Inilah jalan yang lurus." [QS. Yasin (36): 60-61].Dan firman Allah tentang nabi Ibrahim 'Alaihi Salam,
يَا أَبَتِ لَا تَعْبُدِ الشَّيْطَانَ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلرَّحْمَنِ عَصِيّاً
"Wahai bapakku, janganlah kau beribadah kepada setan karena
sesungguhnya setan itu durhaka kepada Ar-Rahman (Allah Yang Maha
Pemurah}." [QS. Maryam (19): 44]. (Adhwa'ul Bayan, 7/87)Maka demi merealisasikan tauhid ibadah yang berdiri di atas landasan nafyu (peniadaan) ilahiyah (hak diibadahi) dari selain Allah dan menetapkannya untuk Allah saja inilah, wajib hukumnya mengkufuri thaghut, sebagaimana firman Allah Taala,
فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِن بِاللّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىَ لاَ انفِصَامَ لَهَا
"Maka siapa mengkufuri thaghut dan beriman kepada Allah, niscaya ia
telah berpegang teguh dengan tali ikatan yang kokoh (kalimat syahadat,
pent) yang tidak akan pernah terlepas lagi." [QS. Al-Baqarah (2): 256].Allah telah menyebut memutuskan perkara dengan selain syariat-Nya sebagai thaghut, dengan firman-Nya,
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُواْ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنزِلَ مِن قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَن يَتَحَاكَمُواْ إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُواْ أَن يَكْفُرُواْ بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَن يُضِلَّهُمْ ضَلاَلاً بَعِيدًا
"Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang mengaku beriman kepada
apa (wahyu Allah) yang telah diturunkan kepadamu dan apa yang diturunkan
sebelummu? Mereka ingin berhukum kepada thaghut padahal mereka telah
diperintah untuk mengingkari thaghut itu. Dan setan bermaksud
menyesatkan mereka sejauh-jauhnya." (QS. An-Nisa' (4): 61).Thaghut adalah istilah yang umum. Setiap hal yang diibadahi selain Allah dan ia ridha, maka ia adalah taghut. Baik ia berupa sesuatu yang disembah, atau sesuatu yang diikuti, atau sesuatu yang ditaati dalam ketaatan yang tidak berdasar kepada ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya. [Lihat A'lamu Al-Muwaqi'in 1/49-50, Risalah Makna Taghut dalam buku Majmu'atu Al-Tauhid hal. 260, dan Fatawa al-Lajnah ad- Daimah, 1/542].
Sabtu, 08 Desember 2012
Langganan:
Postingan (Atom)